Kata Psikolog Dengan Fenomena Curhat Di Medsos

Jika kalian sering mengamati segala hal di media sosial, fenomena media sosial, kejadian trending di banyak media sosial seperti Twitter, atau banyak informasi yang tersebar di YoWhatsApp serta trending di Youtube, Anda pasti sering mengamati, dan melihat bahwa di era digital zaman now, sekarang semakin banyak orang yang mencurahkan hati, dan perasaan mereka di media sosial.

Sebenarnya untuk mencurahkan hati, perasaan, serta menceritakan kejadian atau tragedi yang menimpa di media sosial tidak ada salahnya. Media sosial juga tidak terbatas, serta tidak ada aturan apakah yang akan Anda sebarkan di media sosial, baik itu cerita hidup, cerita lucu, foto, video, atau biografi hidup Anda, semua bebas Anda jadikan konten ke media sosial.

Patut tidaknya konten tersebut disebarkan di media sosial itulah yang sering menjadi perdebatan banyak orang, karena patut atau tidaknya konten tersebut juga tergantung dari perspektif masing-masing netizen. Pasti ada netizen yang berpendapat “Wah konten ini patut kok disebarkan” atau yang berpendapat sebaliknya, “Harusnya konten seperti ini tidak patut disebarkan di media sosial”.

Kembali ke bahasan utama, sebenarnya apakah curhat di media sosial tersebut berdampak positif? Curhat di media sosial seperti YoWhatsApp, Twitter, ataupun Facebook dampak yang terjadi akan seperti apa? Mari kita bahas semuanya, termasuk bagaimanakah pendapat dari pakar psikolog mengenai topik ini?

Untuk yang ingin dapat performa WhatsApp yang lebih baik, coba gunakan YoWhatsApp APK, platform WhatsApp Mod terbaik, fitur lengkap, aman, dan pastinya gratis download di sini

Apakah menyebarkan kisah curhat di media sosial menyelesaikan masalah? Atau sebaliknya?

Pertama, platform media sosial apakah yang digunakan untuk curhat masalah tersebut? Apakah orang publik bisa melihat curhatan masalah itu, atau hanya bisa dilihat oleh orang sebagian? Jika curhatan tersebut hanya bisa dilihat oleh orang sebagian utamanya adalah teman yang terpercaya, mungkin curhatan tersebut akan berdampak positif, karena memang teman yang dipercaya.

Yang akan kita bahas di sini adalah apakah orang yang curhat di media sosial, khususnya curhatan yang bisa dilihat secara publik ini bisa menyelesaikan masalah orang tersebut? Atau malah hanya akan memperkeruh suasana? Berikut ini adalah pendapat dari pakar psikologi mengenai hal ini.

Endang Mariani Rahayu seorang pakar Psikologi yang sekaligus menjadi seorang dosen Psikologi di UI berpendapat bahwa 90% lebih orang yang melakukan curhat di media sosial, terutama yang melakukan curhatan publik malah akan memperkeruh suasana, sekaligus menambahkan beban stres yang dialami orang tersebut.

“Teman di internet dan media sosial dengan teman di dunia nyata itu berbeda. Ketika seseorang curhat, serta melampiaskan segala emosi di dunia maya, baik teman ataupun orang publik akan memberikan komentar. Namun, pasti akan ada beberapa persen komentar yang negatif, yang justru akan menambah beban stres seseorang, bukannya menyelesaikan masalah”.

Selain itu, faktor yang menyebabkan orang melakukan curhat di sosial media ada banyak, seperti faktor tidak ada teman lagi yang bisa di ajak curhat, faktor terlalu bergantung terhadap sosial media, atau faktor yang memang ingin memviralkan masalah tersebut.

Pola pikir yang berpikir bahwa dengan masalah menjadi viral maka akan cepat selesai ini adalah salah satu penyakit, serta fenomena yang sering terjadi di Indonesia saat ini. Kenyataannya, ketika masalah sudah viral, awak media sudah meliput, dan banyak orang yang mengetahuinya, justru masalah tersebut akan menjadi keruh, menjadi perdebatan di grup Yo WhatsApp, Instagram, dan jadi buah bibir Twitter.